Di era digital ini, kecerdasan buatan (AI) telah merambah ke berbagai aspek kehidupan, termasuk pendidikan agama. Bayangkan jika Nabi Muhammad SAW hidup di zaman sekarang—bisa jadi beliau akan memanfaatkan aplikasi berbasis AI untuk mengajarkan akhlak kepada umatnya. “Ayo, buka aplikasi ‘Akhlak Cerdas’ dan mari kita belajar berbuat baik!” Mungkin begitu cara beliau mengajak umatnya. Namun, mari kita telaah lebih dalam bagaimana AI dapat berkontribusi dalam pendidikan agama, khususnya dalam pembentukan akhlak.
Pertama-tama, AI dapat membantu menyampaikan materi akhlak dengan cara yang lebih menarik dan interaktif. Dengan teknologi seperti chatbot, siswa bisa bertanya kapan saja tentang perilaku baik dan buruk. Misalnya, ketika seorang siswa bingung bagaimana bersikap kepada teman yang sedang marah, mereka dapat langsung bertanya kepada chatbot. “Chatbot, bagaimana cara menghadapi teman yang marah?” Lalu chatbot menjawab, “Cobalah untuk mendengarkan dan jangan lupa meminta maaf, meskipun kamu tidak salah.” Jawaban ini bahkan bisa disertai dengan meme lucu agar pembelajaran terasa menyenangkan.
Selain itu, AI juga memungkinkan terciptanya lingkungan belajar yang lebih dinamis. Melalui aplikasi pembelajaran berbasis AI, siswa dapat mempelajari akhlak melalui permainan interaktif. Misalnya, ada sebuah game yang mengajak siswa berperan sebagai karakter yang harus mengambil keputusan moral: “Apakah kamu akan membantu orang yang terjatuh, atau hanya lewat sambil mendengarkan musik?” Dengan pendekatan ini, siswa tidak hanya memahami teori, tetapi juga berlatih menerapkannya dalam situasi yang relevan.
Namun, ada tantangan yang harus diwaspadai, yakni memastikan bahwa konten yang disampaikan AI tetap selaras dengan nilai-nilai agama. Kita tentu tidak ingin siswa mendapatkan informasi yang menyimpang hanya karena kesalahan algoritma. Oleh karena itu, peran pendidik dalam mengawasi dan mengembangkan konten AI sangatlah penting. Seorang guru bahkan pernah berseloroh, “Jangan sampai AI malah mengajarkan siswa untuk berbohong demi nilai bagus!”
Penggunaan AI dalam pendidikan agama juga bisa membantu guru dalam mengidentifikasi siswa yang memerlukan perhatian lebih. Melalui analisis data, AI mampu mendeteksi pola perilaku yang mencerminkan kurangnya pemahaman akhlak. Misalnya, jika seorang siswa sering terlibat konflik dengan teman-temannya, AI dapat memberikan sinyal kepada guru untuk memberikan bimbingan tambahan. “Wah, sepertinya ada yang perlu belajar tentang sabar dan toleransi,” dan guru sambil tersenyum.
Meski demikian, penting untuk diingat bahwa teknologi tidak dapat menggantikan peran guru sepenuhnya. AI hanyalah alat bantu; interaksi manusia tetap menjadi inti dalam proses pendidikan, terutama pendidikan akhlak. Seperti yang sering kita dengar, “Guru adalah pemandu, sementara AI hanyalah GPS. Tanpa pemandu yang bijak, GPS pun bisa membawa kita tersesat.”
Kesimpulannya, pemanfaatan AI dalam pendidikan agama, khususnya dalam pembentukan akhlak, menyimpan potensi besar. Dengan pendekatan yang bijak dan terarah, kita dapat mencetak generasi yang tak hanya cerdas secara intelektual, tetapi juga unggul dalam budi pekerti. Mari sambut AI dengan tangan terbuka—namun jangan pernah melepaskan nilai-nilai agama sebagai kompas utama. Siapa tahu, dengan bantuan AI, kita bisa menciptakan dunia yang tidak hanya lebih baik, tapi juga lebih menyenangkan.
Referensi:
Al-Qur’an. (n.d.). Terjemahan Al-Qur’an.
Amin, M. (2020). Pendidikan Agama di Era Digital. Jakarta: Penerbit Agama.
Hasan, A. (2019). Akhlak dalam Pendidikan: Teori dan Praktik. Yogyakarta: Penerbit Pendidikan.
Rahman, S. (2021). Kecerdasan Buatan dan Pendidikan: Peluang dan Tantangan. Bandung: Penerbit Teknologi.
Sari, D. (2022). “Peran Teknologi dalam Pembelajaran Agama.” Jurnal Pendidikan Agama, 15(2), 45–60.
Zain, H. (2023). Membangun Karakter Melalui Pendidikan Agama. Surabaya: Penerbit Karakter.
STIESNU-BENGKULU.AC.ID, 15 Desember 2023 – Integrasi ilmu dan spiritual merupakan salah satu tantangan pendidikan di dunia Islam. Hal ini disebabkan oleh penetrasi Barat ke dunia Islam pada masa lalu yang menyebabkan terjadinya dikotomi antara ilmu agama dan ilmu-ilmu umum.
Dalam Islam, ilmu dan spiritual tidak dapat dipisahkan. Keduanya berasal dari Allah. Sunnatullah berasal dari Allah melahirkan ilmu pengetahuan dan sains. Begitu juga Wahyu berasal dari Allah yang melahirkan agama.
Pentingnya spiritualitas dalam pendidikan Islam adalah untuk melahirkan manusia seutuhnya. Manusia seutuhnya adalah manusia yang memiliki pengetahuan, keterampilan, dan nilai-nilai luhur.
Spiritualitas akan membentuk karakter positif pada manusia, seperti:
Rasa syukur, apresiasi, dan harapan
Sumber daya internal yang tercermin dalam pribadi yang memiliki prinsip, kokoh, dan penuh kasih sayang
Harmoni dengan lingkungan yang tergambar dalam pribadi yang gemar menolong orang lain, memiliki kemampuan interpersonal, dan mampu menjaga kelangsungan alam sekitar
Tasawuf merupakan salah satu metode untuk mengintegrasikan ilmu dan spiritual. Tasawuf bertujuan untuk membebaskan manusia dari penjara kemajemukan, mengobatinya dari kemunafikan, dan membuatnya utuh.
Dengan demikian, integrasi ilmu dan spiritual dapat diimplementasikan lebih lanjut dalam sistem pendidikan, khususnya perguruan tinggi. Hal ini akan melahirkan generasi Ulul Albab yang mampu mengharmonikan antara tafakkur dan tasyakkur.
Berikut adalah beberapa contoh implementasi integrasi ilmu dan spiritual dalam pendidikan:
Memasukkan materi-materi spiritual dalam kurikulum pendidikan, seperti pendidikan agama, akhlak, dan tasawuf.
Melaksanakan kegiatan-kegiatan spiritual, seperti ibadah, muhasabah, dan kajian keagamaan.
Mendorong mahasiswa untuk mengembangkan potensi spiritualnya melalui kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler, seperti kajian keagamaan, organisasi kemahasiswaan, dan kegiatan sosial.
Dengan implementasi integrasi ilmu dan spiritual, diharapkan pendidikan dapat menghasilkan manusia-manusia yang cerdas, berakhlak, dan memiliki spiritualitas yang tinggi.
Beberapa kutipan diambil dari https://palembang.tribunnews.com/2023/12/15/mimbar-jumat-integrasi-ilmu-dan-spiritual-membangun-manusia-seutuhnya
STIESNU-BENGKULU.AC.ID, 25 September 2023 – Suasana di Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Syariah Nahdlatul Ulama (STIESNU) Bengkulu dipenuhi semangat dan keceriaan ketika sebanyak 135 mahasiswa baru memulai perjalanan akademik mereka. Mereka bergabung dalam rangkaian Pengenalan Budaya Akademik Kampus (PBAK) yang diadakan bersamaan dengan Masa Penerimaan Anggota Baru (MAPABA) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat STIESNU Bengkulu, yang berlangsung pada tanggal 23-24 September 2023, di Aula Kampus STIESNU Bengkulu.
Tema acara tahun ini, yaitu “Fokus Penguatan Ekonomi dan Tantangan Global Dalam Mewujudkan Indonesia Emas 2045,” menambah semarak perhelatan PBAK MAPABA PMII. Tema ini tak hanya mencerminkan ketertarikan mahasiswa baru terhadap isu-isu ekonomi global yang mendalam, tetapi juga menekankan pentingnya memahami peran ekonomi syariah dalam meraih prestasi besar seperti visi Indonesia Emas 2045.
Ketua STIESNU Bengkulu, Dodi Isran, M.Pd.Mat, membagikan semangatnya dalam sambutan pembukaan acara. Ia menyatakan bahwa tema tersebut sangat relevan dengan dunia akademik yang dinamis dan tantangan global yang terus berkembang. Dodi berharap agar mahasiswa baru akan memanfaatkan acara ini untuk mendapatkan pemahaman yang mendalam tentang ekonomi syariah dan keNUan (Nahdlatul Ulama), serta menjadi agen perubahan yang aktif dalam mewujudkan cita-cita Indonesia Emas 2045.
Tidak ketinggalan, Ketua Senat STIESNU Bengkulu, Agung Cucu Purnawirawan, M.H, turut merayakan semangat mahasiswa baru dalam PBAK MAPABA PMII. Dia mengingatkan mereka untuk menggabungkan nilai-nilai ASWAJA dan Ke-NU-an dalam perjalanan akademik mereka dan memahami peran penting ekonomi syariah dalam mencapai keberhasilan di masa depan.
Acara ini selama dua hari penuh dengan kegiatan yang merangsang pemikiran dan keahlian, termasuk seminar, diskusi panel, dan kegiatan lain yang mengasah wawasan mahasiswa baru tentang ekonomi syariah, ideologi aswaja, dan keNUan (Nahdlatul Ulama). Mereka juga berkesempatan untuk berinteraksi dengan dosen-dosen berpengalaman, yang memberikan perspektif berharga untuk memulai perjalanan akademik yang menjanjikan.
Dengan semangat tinggi dan pengetahuan yang diperoleh selama acara ini, mahasiswa baru STIESNU Bengkulu siap untuk memulai perjalanan akademik mereka yang penuh potensi. Mereka bersiap untuk menjadi pemimpin masa depan yang berkomitmen terhadap nilai-nilai keagamaan dan ekonomi syariah, sambil berusaha mewujudkan visi gemilang Indonesia Emas 2045.
Oleh: Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag. (Ahmad Inung) (Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Kemenag RI)
Selain putus cinta, saya pernah memiliki perasaan sedih yang hingga membawa saya menangis dalam sujud. Kesedihan itu begitu mendalam hingga semesta tampak sangat kelam. Matahari tiba-tiba mati. Udara entah ke mana hingga setiap hirupan nafas yang terasa hanya menyesakkan dada.
Kesedihan yang teramat kelam itu terjadi di tahun 1991, saat saya tidak diterima di IKIP Negeri Malang. Kegagalan itu sungguh melukaiku. Kegagalan itu terasa menutup seluruh masa depanku, bahkan hidupku. Detik demi detik dalam seluruh persiapan dan saat tes masuk, hanya ada satu cita-cita termegah: menjadi guru Bahasa Indonesia.
Ketika keputusan itu diumumkan dan namaku tidak di sana, bisa kamu bayangkan kehancuran hatiku? Aku berwudhu, shalat, dan menangiskannya pada Tuhanku. Bukan tangis berserah, lebih banyak protes dari hamba yang tak berdaya. “Ya Allah, aku tak minta banyak, aku hanya ingin jadi guru Bahasa Indonesia. Mengapa Engkau tidak menolongku, ya Allah. Mengapa…huhuhu???”
Sekalipun begitu, dalam kesedihan dan kelukaan, kegagalan itu tidak pernah mematahkanku. Aku mempersiapkan diri untuk ikut tes masuk IAIN Sunan Ampel Malang. Aku diterima. Senang. Bersyukur.
Di sana aku menenun masa-masa mahasiswa: kuliah, diskusi, organisasi, demonstrasi, nonton, ngeband, dan tentu saja pacaran. Semua aku lakukan dengan sungguh-sungguh. Dari ini semua aku arungi sungai kehidupan. Mengalir bersama airnya.
Apa yang ingin aku sampaikan adalah pesan Allah dalam surat al-Baqarah 216, yang artinya, “Bisa jadi engkau tidak menyukai sesuatu, padahal ia baik bagimu. Bisa jadi engkau menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. Allah Mahamengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
Saat-saat ini mungkin banyak lulusan SLTA yang sedang sedih dan terluka hatinya karena tidak diterima di PT impiannya. Mungkin juga diterima tapi tidak jadi daftar ulang karena alasan-alasan lain. Ijinkan saya sebagai kakak atau bahkan orang tua menasihatimu.
“Engkau berhak sedih. Hatimu boleh terluka. Manusia mana yang tidak merasakaannya. Itu manusiawi. Tapi jangan patah. Jika engkau sudah mempersiapkan sungguh-sungguh, engkau tinggal butuh mengajari hatimu untuk menerima apapun hasilnya. Ikhlaskan yang terjadi, tapi jangan frustasi.
Bisa jadi kegagalanmu memasuki kampus favoritmu karena Tuhan menyiapkan skenario lain yang lebih megah untukmu. Tidak ada yang tahu. Hanya Tuhan yang tahu. Yang dibutuhkan hanyalah jangan hentikan langkah. Teruslah melangkah dengan kesungguhan sebagaimana engkau telah melakukannya. Jangan biarkan ada satu kampus yang menghancurkan mentalmu.
Jika engkau bertanya, ‘Emang kamu siapa berani-beraninya menasihatiku seperti ini?’ Aku katakan padamu bahwa aku adalah orang yang pernah terluka sepertimu. Tapi aku tak pernah membiarkan kegagalan merenggut hidupku. Jika aku katakan bahwa sekarang aku seorang direktur yang mengurusi bidang pendidikan, demi Allah, ini bukan bermaksud untuk sombong. Aku hanya ingin katakan bahwa bisa jadi apa yang kita inginkan, tidak baik untuk kita. Begitu juga sebaliknya. Hanya Allah yang Maha Tahu. Kita hanya butuh untuk terus melangkah, biarkan Tuhan yang menentukan posisi kita kelak di mana.“
Oleh Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag. (Ahmad Inung)
Pada sebuah kesempatan, Gus Yaqut Cholil Qoumas, di hadapan para akademisi, menjelaskan tentang makna inovasi. Seperti biasa, dia tidak menjelaskannya dengan merujuk pada definisi istilah sebagaimana yang tertulis di kamus. Dia membuat penjelasan praktis yang setiap pendengarnya merasa ‘Yes, I can make it’.
Penjelasannya kurang lebih seperti ini: Bayangkanlah tentang sebuah masa depan yang ideal. Lalu, lihatlah kenyataan kita saat ini. Termasuk berbagai tindakan yang kita lakukan sekarang hingga melahirkan kenyataan itu. Berbagai tindakan yang kita letakkan antara kenyataan kita sekarang dengan bayangan ideal masa depan, itulah yang disebut inovasi.
Begitulah penjelasannya. Sederhana. Mudah dipahami.
Jadi, inovasi adalah setiap langkah yang kita tempuh melampaui rutinitas tindakan saat ini untuk mencapai masa depan yang kita impikan. Inovasi adalah pancang-pancang tiang, tapakan-tapakan yang kita letakkan antara masa kini dengan mimpi masa depan.
Inovasi adalah jembatan yang memperantarai kita saat ini dengan masa depan. Tanpa inovasi, kita hanya mengalami lajunya waktu, tapi tak memiliki masa depan. Tanpa inovasi, kita akan mengalami tua, tapi tidak menambah makna. Seperti anjing yang mengejar ekornya sendiri. Si anjing berlari, menguras tenagaya, kelelahan mungkin hingga menuai ajalnya, tapi dia tak pernah beranjak dari titik nol-nya. Lalu, apa bedanya antara dia berlari dan diam? Tidak ada.
Begitulah makna inovasi. Jika kita membayangkan masa depan, tapi yang muncul di benak kita adalah situasi dan kenyataan kita saat ini, maka kita sebetulnya tak pernah memiliki masa depan. Kita terus-menerus akan melakukan rutinitas, tanpa membuat kemajuan apapun. Nasib kita mungkin seperti anjing yang kelelahan berlari tapi tidak mendapatkan apapun kecuali ujung ekornya sendiri.
Prof. Dr. Ahmad Zainul Hamdi, M.Ag. (Ahmad Inung) (Direktur Pendidikan Tinggi Keagamaan Islam, Kemenag RI)
Orang ini seperti Sisiphus yang dikutuk mendorong batu ke puncak gunung, kemudian batu itu bergulir kembali ke bawah. Didorong kembali ke puncak, dan bergulir lagi ke bawah. Terus-menerus seperti itu. Pekerjaan sia-sia hingga akhir hayatnya.
Berinovasi tidak hanya membutuhkan gagasan baru, bahkan out of the box, tapi juga keberanian untuk mengambil langkah. Mengambil langkah berarti menegakkan tiang pancang, membangun jembatan, dan menyeberanginya. Banyak orang memiliki ide brilian, tapi tidak menghasilkan apapun karena tidak ada tindakan yang diambil.
Ada banyak orang yang tidak berani mengambil tindakan dari gagasan-gagasan besarnya. Bisa jadi karena takut dengan konsekuensinya. Bisa pula karena dia berharap menemukan sebuah gagasan baru yang sejak awal telah sempurna tanpa cacat.
Jika masalah kita adalah yang pertama, maka hanya ada dua pilihan: beranilah atau sekalian jadilah pertapa. Namun jika masalah kita adalah yang kedua, mari kita dengarkan nasihat Mark Zuckerberg, pendiri Facebook.
“Let me tell you a secret. Ideas don’t come out fully formed. They only become clear as you work with them. You just have to get started. If I had to know everything about connecting people before I got started, I never would have built Facebook.”
(Saya akan memberi tahu Anda sebuah rahasia. Ide tidak datang dalam wujud yang sempurna. Dia hanya akan menjadi semakin jelas ketika kita menjalankannya. Kita hanya harus berani memulainya. Jika sejak awal saya dituntut untuk memiliki gagasan utuh dan sempurna tentang bagaimana menghubungkan orang, sampai kapan pun saya tidak akan pernah membuat Facebook)
Gagasan menghubungkan orang melalui sebuah platform online awalnya mungkin hanya sebuah gagasan sederhana dan sepotong-potong. Tapi, capaian teknologi canggih apa yang tidak lahir dari gagasan sederhana. Rahasianya terletak pada mimpi tentang masa depan, menemukan gagasan untuk mencapai mimpi tersebut, dan berani mengambil langkah awal.
Inilah inovasi. Tak perlu ribet mencari maknanya di kamus. Kita cukup membayangkan masa depan yang ideal. Menyadari dengan jujur kenyataan kita saat ini. Saat kita berani mengambil langkah ke luar dari kerutinan saat ini untuk mewujudkan mimpi masa depan kita, di situlah kita menemukan makna inovasi. Sesederhana dan sekecil apapun pada awalnya. (Ahmad Inung)
Di tengah dinamika zaman dan tantangan ekonomi yang semakin kompleks, mahasiswa dituntut tidak hanya unggul dalam akademik, tetapi juga memiliki kemandirian finansial. Tidak sedikit dari kita yang menyadari bahwa ketergantungan penuh kepada orang tua bukanlah solusi jangka panjang. Maka, muncullah wirausaha sebagai pilihan. Namun, di tengah geliat bisnis modern yang kadang mengabaikan etika dan keberkahan, muncul alternatif yang lebih berintegritas: wirausaha syariah.
Mengapa Wirausaha Syariah?
Wirausaha syariah bukan sekadar tentang berdagang sambil menghindari riba. Lebih dari itu, ia merupakan bentuk usaha yang menjunjung tinggi etika, keadilan, dan kebermanfaatan sosial. Dalam sistem ini, kejujuran, keterbukaan, dan keadilan menjadi pondasi utama. Pelaku usaha syariah tidak hanya berorientasi pada profit, tetapi juga pada nilai keberkahan dan tanggung jawab sosial. Bagi mahasiswa, hal ini sangat relevan. Di usia yang masih muda dan idealis, wirausaha syariah bisa menjadi wadah untuk menyalurkan semangat berkarya sekaligus menjaga nilai-nilai moral dan spiritual.
Kemandirian Ekonomi Dimulai dari Bangku Kuliah
Banyak mahasiswa memulai usaha dari hal kecil—jualan makanan ringan, thrift shop, bisnis online, hingga jasa desain. Jika dilandasi prinsip syariah, usaha-usaha ini bisa berkembang lebih sehat dan berkelanjutan. Kunci utamanya adalah menghindari transaksi yang merugikan, tidak spekulatif, serta selalu memperhatikan kehalalan produk dan proses. Kemandirian ekonomi mahasiswa bukan hanya soal menghasilkan uang, tetapi juga tentang melatih mental pengusaha, tanggung jawab, dan kreativitas. Dengan wirausaha syariah, mahasiswa diajak membangun ekonomi yang tidak hanya menguntungkan diri sendiri, tapi juga memberikan nilai tambah bagi orang lain.
Tantangan dan Peluang
Memang, tantangan pasti ada. Mulai dari keterbatasan modal, waktu kuliah yang padat, hingga minimnya pemahaman tentang ekonomi syariah. Namun, di era digital ini, peluang untuk belajar dan memulai usaha jauh lebih besar. Banyak platform pelatihan, komunitas wirausaha syariah, hingga pembiayaan syariah berbasis fintech yang bisa dimanfaatkan mahasiswa. Pemerintah dan kampus juga mulai membuka ruang untuk mengembangkan wirausaha syariah. Program Kewirausahaan Mahasiswa, inkubasi bisnis halal, hingga bazar produk halal menjadi jembatan antara ide dan realisasi.
Penutup
Wirausaha syariah adalah jalan baru bagi mahasiswa untuk melangkah menuju kemandirian ekonomi yang tidak hanya mandiri secara finansial, tetapi juga bermoral dan bermanfaat bagi sesama. Ini bukan sekadar tren, tapi sebuah pergerakan menuju masa depan ekonomi yang lebih beretika. Mari mulai dari sekarang, dari hal kecil, dan dari diri sendiri.
Oleh: Intan Purnama Sari Mahasiswa Program Studi Ekonomi Syariah STIESNU Bengkulu